Jumat, 04 Februari 2011

ABK Juga Bisa UAN

Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat perlu mendapat apresiasi dalam memberikan pelayanan kepada Anak Berkebutuhan Khusus bidang pendidikan. Seluruh sekolah swasta atau negeri diharapkan untuk menjadi sekolah inklusif bagi anak penyandang berkebutuhan khusus (ABK). Oleh karenanya sebagai konsekuensi harus menyelenggarakan ujian nasional bagi program inklusif. Menyambut niat baik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pada 11 Januari 2011 lalu, Sekolah Madania, Parung, menyelenggarakan Sosialisasi Ujian Nasional Inklusif dan Konsolidasi Asosiasi Pengendali Mutu Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif se-Jawa Barat.
Dalam pemaparannya Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa hasil ujian nasional diperlukan untuk pemetaan mutu program dan satuan pendidikan, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari program dan satuan pendidikan, pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sementara itu, bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) kelompok Tunanetra (A), Tunarungu-Wicara (B), Tunadaksa (D), dan Tunalaras (E) dapat mengikuti ujian nasional dan ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN). Sedangkan bagi PDBK kelompok Tunagrahita Sedang (C1), Tunagrahita ringan (C), dan Tunaganda/Tunadaksa (D1) dengan chelebral palsy cukup mengikuti ujian akhir sekolah (UAS) dan ujian sekolah (US) saja.
Mengenai teknis mekanisme pendistribusian soal dan lembar jawaban hasil UASBN program inklusif bahwa pendistribusian soal dan lembar jawaban untuk Tunanetra dalam huruf braile, autis, lambat belajar, kesulitan belajar dilaksanakan melalui gugus SLB di tiap Kabupaten Kota; Gugus SLB di tiap Kabupaten/Kota akan menyampaikan ke sekolah penyelenggara program inklusif; pendistribusian lembar jawaban hasil UASBN program inklusif, diserahkan langsung ke Bidang PLB Dinas Inklusif, diserahkan langsung ke Bidang PLB Dinas Pendidikan Provinsi paling lambat H+1; Pemeriksaan dilaksanakan oleh penantian di tingkat provinsi; Daftar nilai di distribusikan kepada pengelola UASBN kabupaten/kota sesuai mekanisme dan jadwal regular.
Soal ijazah UASBN untuk program inklusif sama dengan regular dan disampaikan oleh sekolah penyelenggara program inklusif yang bersangkutan.
Sementara itu, Prof. Komarudin Hidayat, Rektor Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, salah seorang pendiri Sekolah Madania dalam presentasinya menyatakan bahwa inklusifitas adalah satu kebutuhan untuk Indonesia karena di Indonesia sejak zaman dulu sangat plural dan majemuk. Menghargai satu dengan yang lainnya.
Oleh karenanya, lanjut Prof. Komarudin, para guru terutama yang sekolahnya melakukan program inklusif bagi anak berkebutuhan khusus harus paham basic knowledge tentang anak berkebutuhan khusus. “Termasuk para orang tua murid yang bukan anak berkebutuhan khusus juga perlu diberikan pemahaman dasar mengenai anak berkebutuhan khusus,” tambahnya.
Prof. Komarudin berharap, semua sekolah di Indonesia menyelenggarakan inklusi bagi ABK terutama sekolah negeri, pasalnya, sekolah negeri mendapat dana dari Negara yang merupakan kewajiban Negara untuk memperhatikan anak-anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan inklusif di sekolah bagi anak berkebutuhan khusus diinisiasi pada deklarasi Bandung dengan tema “Indonesia Menuju pendidikan Inklusif” pada Agustus 2004. Dalam deklarasi tersebut dihasila beberapa poin mengenai adanya jaminan setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus yang handal; Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum, politis maupun kultural; Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri, orang tua serta masyarakat.***